-->
Menikmati Suasana Pedesaan di Tenganan, Manggis, Karangasem

Berwisata ke Pulau Bali, tak melulu hanya mengunjungi pantai-pantainya yang indah. Ada banyak panorama alam lainnya yang sayang jika Anda lewatkan. Salah satu kawasan yang menarik untuk dikunjungi adalah desa Tenganan, kecamataan Manggis, kabupaten Karangasem atau sebelah timur pulau Bali. Kawasan Tenganan, Manggis, Karangasem merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali Aga atau desa yang masih mempertahankan aturan-aturan tradisional yang diwariskan para leluhur. Desa lainnya adalah Trunyan dan Sembiran. Penduduk yang tinggal di kawasan Tenganan, Manggis, Karangasem ini umumnya bermata pencaharian sebagai petani padi. Namun tak sedikit diantara para penduduk tersebut juga bermata pencaharian sebagai pengrajin. Beberapa kerajinan yang dibuat oleh para penduduk dikawasan Tenganan, Manggis, Karangasem ini adalah ukiran, lukisan, dan anyaman bambu.

    
    Para pengunjung kawasan Tenganan, Manggis, Karangasem ini akan disuguhi bangunan-banguna khas pedesaan dan para pengrajin yang sibuk menggambar daun lontar dan membuat kerajinan lainnya. Hal ini tidak mengherankan, karena penduduk kawasan Tenganan, Manggis, Karangasem memang sudah terkenal keahliannya dalam membuat kerajinan, seperti menenun kain gringsing yang mana menggunakaan teknik dobel ikat, yaitu sebuah teknik yang hanya satu-satunya ada di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat di kawasan Tenganan, Manggis, Karangasem ternyata masih menggunakan sistem barter dalam transaksi jual beli.

Sekilas Sejarah 
Dalam perkembangna sejarah, bahwa kata Tenganan berasal dari kata "tengah" atau "ngatengahang" yang memiliki arti "bergerak ke daerah yang lebih dalam". Kata tersebut berhubungan dengan pergerakan masyarakat desa dari daerah pinggir pantai ke daerah pemukiman di tengah perbukitan, yaitu Bukit Barat (Bukit Kauh) dan Bukit Timur (Bukit Kangin) Sejarah lain mengatakan bahwa masyarakat Tenganan berasal dari Desa Peneges, Gianyar, yang dulu disebut sebagai Bedahulu. Menurut cerita rakyat, Raja Bedahulu pernah kehilangan salah satu kudanya dan orang-orang mencarinya ke Timur. Kuda tersebut ternyata ditemukan tewas oleh Ki Patih Tunjung Biru, orang kepercayaan sang raja. Atas loyalitasnya, Ki Patih tunjung Biru mendapatkan wewenang untuk mengatur daerah yang memiliki aroma dari bangkai (carrion) kuda tersebut. Ki Patih mendapatkan daerah yang cukup luas karena dia memotong bangkai kuda tersebut dan menyebarkannya sejauh yang dia bisa lakukan. Itulah asal mula dari daerah Desa Tenganan.

Bagaiman Dia Bekerja (Pekerjaan)
Pada Umumnya, petani padi merupakan pekerjaan penduduk desa Tenganan, namun ada juga beberapa diantara merekan yang membuat aneka kerajinan. Beberapa kerajinan khas dari Tenganan adalah ukiran, anyaman bambu, dan lukisan di atas daun lontar yang telah dibakar. Di desa ini pengunjung bisa menyaksikan bangunan-bangunan desa dan pengrajin-pengrajin muda yang menggambar lontar-lontar. Sejak dulu, masyarakat Desa Tenganan juga telah dikenal atas keahliannya dalam menenun kain gringsing. Cara pengerjaan kain gringsing ini disebut dengan teknik dobel ikat. Teknik tersebut merupakan satu-satunya di Indonesia dan kain gringsing yang dihasilkan terkenal istimewa hingga ke mancanegara. Penduduk Tenganan masih menggunakan sistem barter dalam kehidupan sehari-harinya.       Desa Tenganan merupakan salah satu desa dari tiga desa Bali Aga, selain Trunyan dan Sembiran. Yang dimaksud dengan Bali Aga adalah desa yang masih mempertahankan pola hidup yang tata masyarakatnya mengacu pada aturan tradisional adat desa yang diwariskan nenek moyang mereka. Bentuk dan besar bangunan serta pekarangan, pengaturan letak bangunan, hingga letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun dipertahankan. Penduduk desa Tenganan memiliki tradisi yang sangat unik. Setiap tahun pada pertengahan bulan Juli digelar tradisi mageret pandan (perang pandan). Yaitu ritual sepasang pemuda desa saling sayat menggunakan duri – duri dari daun pandan di atas panggung mereka. Akibat sayatan duri – duri daun pandan tersebut, akan menimbulkan luka di punggung pemuda – pemuda desa. 
 

      Setelah selesai perang pandan luka itu akan diobati dengan obat tradisional antiseptik dari bahan umbi – umbian. Saat diolesi obat, punggung para pemuda akan terasa sangat perih. Luka tersebut akan mengering dan sembuh dalam beberapa hari. Tradisi ini dilakukan untuk melatih mental dan fisik warga desa Tenganan. Masyarakat desa Tenganan Bali ini sangat memegang teguh konsep Tri Hita Karana dan mengimplementasikanya dalam kehidupan sehari-hari. Tri Hita Karana merupakan sebuah konsep yang terdiri dari Perahyangan atau hubungan antara tuhan dan manusia, pawongan atau hubungan antar manusia dan Palemahan atau hubungan manusia dengan alam sekitar. Keindahan dan nilai-nilai yang terkandung di desa ini memberikan keunikan yang khsan yang membuat banyak orang penasaran untuk berkunjung ke desa Tenganan, apabila anda berkunjung / berwisata ketempat ini, jaga dan lestarikan alam sekitarnya.

LihatTutupKomentar